SUMBER AGAMA dan Agama Islam
1.Al-Quran
Al-Quran adalah sumber ajaran Islam yang utama dan pertama dalam Islam. Sumber ajaran Islam (Hukum Islam, Syariat Islam, Risalah Islam) itu ada tiga, yakni Al-Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad.
Yang pertama (Al-QUran) dan kedua (Hadits) asalnya langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga (Ijtihad) merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun, 13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah.
Secara harfiyah, Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman Allah dalam Q.S. 75:17-18.
“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan ‘membacanya’. Jika Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”. Secara definitif dapat dikatakan, Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan, peribadahan, dan budi pekerti.
Al-Quran merupakan salah satu Kitabullah atau Kitab-Kitab Allah, yakni wahyu-wahyu yang diterima para Nabi/Rasul Allah. Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya.
Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.
“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya…” (Q.S. 35:31).
Al-Quran tersusun dalam30 juz 114 surat dengan 6.236 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Al-Quran diturunkan Allah dalam dua periode:
1.Periode Makkah, yakni selama 12 tahun 13 hari. Ayat-ayatnya disebut Ayat Makiyah. Ayat pertama turun adalah Q.S. Al-’Alaq:1-5, ketika Nabi Muhammad berkhalwat di Gua Hira tanggal 17 Ramadhan atau 6 Agustus 610 M yang dikenal sebagai “Malam Qadar” (Lailatul Qadr).
Ayat-ayat yang turun di Makkah disebut “Ayat-Ayat Makiyah” dengan ciri khas: ayatnya pendek-pendek, ditujukan kepada umat manusia (diawali kalimat “Ya Ayuhan Naas”, Wahai Manusia), dan berisi hal-hal yang berhubungan dengan tauhid, keimanan, ancaman dan pahala, serta sejarah bangsa-bangsa terdahulu.
2. Periode Madinah, ayat-ayatnya disebut Ayat Madaniyah. Di Madinah pula ayat terakhir turun, yakni Q.S. 5:3, ketika Nabi Saw tengah menunaikan ibadah haji Wada di Arafah (9 Dzulhijjah 10 H/Maret 632 M).
Ayat-ayat yang turun di Madinah disebut “Ayat-Ayat Madaniyah”, dengan ciri khas: umumnya panjang-panjang, ditujukan kepada kaum beriman (diawali dengan “Ya Ayuhal Ladzina Amanu”, Wahai Orang-Orang Beriman), dan berisi ajaran tentang hukum-hukum, kemasyarakatan, kenegaraan, perang, hukum internasional, serta hukum antaragama dan lain-lain.
Itulah sebabnya Allah sendiri yang menjamin keaslian Al-Quran sejak pertamakali diturunkan. Makanya, hingga kini apa yang ada dalam Al-Quran, itu pula yang diterima dan dicatat para sahabat Nabi Saw. Hingga kini isinya masih dalam teks asli, tanpa sedikit pun perubahan, baik dalam jumlah surat, ayat, bahkan huruf. Tidak tercampur di dalamnya ucapan Nabi Muhammad Saw atau perkataan para sahabat,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya” (Q.S. 15:9).
Salah satu indikasi keaslian al-Quran adalah tidak adanya “Quran tandingan” karena manusia yang paling cerdas sekaligus paling membenci al-Quran pun tidak akan sanggup membuatnya. Allah SWT sendiri menantangnya.
“Jika kamu masih ragu-ragu tentang kebenaran apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), silakan kamu membuat satu surat saja yang sama dengannya (al-Quran). Panggilah saksi-saksi (pemuka dan para ahli) kamu (untuk membantumu) selain Allah, sekiranya kamu benar (bisa melakukan hal itu). Jika kamu tidak sanggup membuatnya dan sekali-kali kamu tidak akan sanggup, takutilah api neraka yang kayu bakarnya manusia dan bantu yang disediakan bagi orang-orang kafir (yang menentang kebenaran al-Quran)” (Q.S. 2:23-24).
“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk mengadakan yang serupa dengan Al-Quran ini, niscaya tidak mereka akan dapat membuatnya, biarpun sebagian mereka membantu sebagian yang lain” (Q.S. 17:88).
Ayat pertama yang diturunkan adalah Iqra’ (bacalah!) yang mengindikasikan kewajiban pertama manusia adalah membaca, baik dengan pancaindera maupun mata hati. Dari ayat pertama itu saja, Al-Quran sudah menunjukkan bahwa ia rahmat dan bimbingan bagi manusia. Membaca adalah jalan untuk memperoleh ilmu. Dengan ilmu itu manusia bisa mengenal baik dan buruk menurut Allah SWT, mengenal dirinya, juga mengenal Tuhannya. Rahasia alam akan tersingkap denan membaca, juga pembentukan kebudayaan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk “menaklukkan” alam.
Allah SWT mewahyukan Al-Quran tidak lain agar menjadi pedoman bagi hidup umat manusia. Dengan pedoman itu, manusia akan menjalani kehidupan ini dengan baik dan benar, sehingga tercipta ketentraman, keharmonisan, dan kebahagiaan hidup.
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian harta dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi” (Q.S. 35:29).
Kandungan Al-Qur’an, antara lain adalah:
- Pokok-pokok keimanan (tauhid) kepada Allah, keimanan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari akhir, qodli-qodor, dan sebagainya.
- Prinsip-prinsip syari’ah sebagai dasar pijakan manusia dalam hidup agar tidak salah jalan dan tetap dalam koridor yang benar bagaiman amenjalin hubungan kepada Allah (hablun minallah, ibadah) dan (hablun minannas, mu’amalah).
- Janji atau kabar gembira kepada yang berbuat baik (basyir) dan ancaman siksa bagi yang berbuat dosa (nadzir).
- Kisah-kisa sejarah, seperti kisah para nabi, para kaum masyarakat terdahulu, baik yang berbuat benar maupun yang durhaka kepada Tuhan.
- Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan: astronomi, fisika, kimia, ilmu hukum, ilmu bumi, ekonomi, pertanian, kesehatan, teknologi, sastra, budaya, sosiologi, psikologi, dan sebagainya.
Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:
- Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
- Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
- Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
- Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
- Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).
Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:
- Menerangkan dan menjelaskan (QS. 16:89; 44:4-5)
- Al-Qur’an kebenaran mutlak (Al-Haq) (QS. 2: 91, 76)
- Pembenar (membenarkan kitab-kitab sebelumnya) (QS. 2: 41, 91, 97; 3: 3; 5: 48; 6: 92; 10: 37; 35: 31; 46: 1; 12: 30)
- Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)
- Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)
- Sebagai pemberi kabar gembira
- Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)
- Sebagai peringatan
- Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)
- Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)
- Sebagai peajaran
Al- Qur an memiliki 11 nama yaitu:
- Al Kitab: Kitab tertulis yang lengkap
- Al Furqan: Kitab pemisah antara yang hak dan yang batil
- Al Mau`idzah: Kitab Nasihat
- Asy Syifa:Kitab yang mengibati
- Al Huda: Kitab Petunjuk
- Al Hikmah: Kitab Pembawa Kebijaksanaan
- Al Hukmu: Kitab Pembawa Hukum
- Al Khair: Kitab Pembawa kebaikan
- Adz Dzikru: Kitab Pembawa Peringatan
- Ar Ruh: Kitab yang menjadi ruh ajaran islam
- Al Muthahharah: Kita yang Disucikan –
2. AS-SUNNAH
PENGERTIAN AS-SUNNAH / HADITS
Hadis ialah apa pun yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat.
KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS
As-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.
Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :
1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.
2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
3. Mengikuti pola hidup Nabi, karena dijelaskan secara rinci dalam Sunnahnya, sedangkan mengikuti pola hidup Nabi adalah perintah al-Qur’an.
4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.
HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN
1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).
2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).
3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).
Dalam mengukur keotentikan suatu hadits (As-Sunnah), para ahli telah menciptakan suatu ilmu yang dikenal dengan ”musthalah hadits”. Untuk menguji validitas dan kebenaran suatu hadits, para muhadditsin menyeleksinya dengan memperhatikan jumlah dan kualitas jaringan periwayat hadits tersebut yang dengan sanaad.
Macam-macam As-Sunnah:
- ditinjau dari bentuknya
- Fi’li (perbuatan Nabi)
- Qauli (perkataan Nabi)
- Taqriri (persetujuan atau izin Nabi)
- ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya
- Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak
- Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir
- Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.
- Ditinjau dari kualitasnya
- Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah
- Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.
- Dhaif, yaitu hadits yang lemah
- Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.
- Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya
- Maqbul, yang diterima.
- Mardud, yang ditolak.
Kedudukan As-Sunnah:
- Sunnah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an
- Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapat siksa (QS. Al-Mujadilah, 58: 5)
- Menjadikan Sunnah sebagai sumber hukum adalah tanda orang yang beriman (QS. An-Nisa’, 4: 65)
PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM
Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :
1. – Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya.
– As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.
2. – Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup.
– Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .
3. – Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya.
– As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.
4. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya.
– Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.
5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :
– Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;
– Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan terhadap al-Qur’an.
3. IJTIHAD
PENGERTIAN IJTIHAD
Etimologi = mencurahkan tenaga, memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal munggkin.
Terminologi = usaha yang sungguh-sungguh oleh seseorang ulama yang memiliki syarat-syarat tertentu, untuk merumuskan kepastian hukum tentang sesuatu ( beberapa ) perkara tertentu yang belum ditetapkan hukumnya secara explisit di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Menurut Mahmud Syaltut, Ijtihad atau al-Ra’yu mencakup 2 pengertian, yaitu :
1. Penggunaan pikiran untuk menentukan suatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Penggunaan pikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari suatu ayat atau Hadits.
Dasar melaksanakan Ijtihad adalah al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 48
48. dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421] Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam Kitab-Kitab sebelumnya.
[422] Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.
LAPANGAN IJTIHAD
Secara ringkas, lapangan Ijtihad dapat dibagi menjadi 3 perkara, yaitu :
1. Perkara yang sama sekali tidak ada nashnya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
2. Perkara yang ada nashnya, tetapi tidak Qath’i ( mutlak ) wurud ( sampai / muncul ) dan dhalala ( kesesatan ) nya.
3. Perkara hukum yang baru tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
KEDUDUKANIJTIHAD
Berbeda dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, Ijtihad sebagai sumber hukum Islam yang ketiga terikat dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Yang ditetapkan oleh Ijtihad tidak melahirkan keputusan yang absolut, sebab Ijtihad merupakan aktivitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif, maka keputusan Ijtihad pun relatif.
2. Keputusan yang diterapkan oleh Ijtihad mungkin berlaku bagi seseorang, tetapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat, tetapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
3. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.
4. Berijtihad mempertimbangkan faktor motivasi, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa ajaran Islam.
5. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan Ibadah Makhdah.
http://vynhe.blogsp
http://www.islamnyamuslim.com/2013/03/sumber-ajaran-islam.htmlot.com
http://inilahrisalahislam.blogspot.com/2013/01/sumber-ajaran-islam-1-al-quran.html/2013/06/sum
http://inilahrisalahislam.blogspot.com/2013/01/sumber-ajaran-islam-1-al-quran.html ber-ajaran-agama-islam-al-quran-dan.html
Komentar Terbaru